Mojo: Tantangan dan Trik Menghadapi ‘New Normal’

Dua tantangan jurnalis MoJo selama ‘new normal’ adalah meliput secara aman dan mendapatkan video-audio yang berkualitas. Ada beberapa trik dan aplikasi yang bisa dipakai.

Beberapa waktu lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi merilis konsep tatanan kenormalan baru atau ‘new normal‘. Bila diberlakukan, masyarakat harus beradaptasi pada kebiasaan baru sesuai protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Kondisi itu diperkirakan berlangsung selama vaksin Virus Corona belum ditemukan.

Tidak hanya tatanan masyarakat umum yang harus beradaptasi dengan ‘new normal‘, pekerja media pun akan dihadapkan pada proses kerja jurnalistik yang makin kompleks dengan sejumlah protokol kesehatan yang ketat. Bagi para mobile journalist (MoJo), tantangan itu tentu semakin besar karena berbagai keterbatasan perangkat telepon pintar sebagai alat utamanya. Meski demikian, bukan berarti jurnalis tak bisa adapatif.

Proses yang paling menantang selama pandemi adalah news gathering atau pengumpulan informasi. Pada proses ini, aktivitas merekam audio maupun video menjadi kebutuhan penting.
Peliputan memang dapat dilakukan dari rumah alias work from home (WFH). Akan tetapi, ada situasi tertentu yang mengharuskan jurnalis meliput langsung ke lapangan (work on the field). Lalu, bagaimana cara mensiasatinya?

Work From Home (WFH)

Selama pandemi Covid-19, humas di berbagai institusi pemerintah maupun swasta seringkali menyediakan materi peliputan bagi media. Tentu saja, upaya itu adalah inisiasi yang baik. Namun, umumnya informasi yang disajikan humas tersebut lebih bersifat satu arah sehingga jurnalis tidak dapat menggali pertanyaan lebih dalam dari narasumber.

Ada trik perekaman audio maupun video yang dapat diaplikasikan untuk mensiasati keterbatasan ruang dan waktu saat WFH.

Perekaman Audio

Salah satu cara mewawancarai narasumber adalah menggunakan telepon. Seiring berkembangnya teknologi, jurnalis kini dapat memanfaatkan sejumlah fitur aplikasi social messenger seperti Whatsapp Voice yang gratis untuk menelepon narasumber di lokasi manapun tanpa khawatir terkena biaya tambahan roaming.

Agar perekaman audio lebih efektif, jurnalis dapat memanfaatkan aplikasi Call Recorder yang tersedia di fitur ponsel atau mengunduh aplikasi gratisan di PlayStore atau AppStore. Tak perlu khawatir, ukuran file aplikasi tersebut biasanya relatif kecil.
Perekaman bermanfaat untuk memudahkan jurnalis mencatat poin-poin penting secara manual selama panggilan berlangsung.

Perekaman Video

Tak hanya stasiun televisi, wawancara dengan video selama pandemi Covid-19 juga sering dipakai jurnalis dari platform media lain, seperti situs radio dan portal berita. Ini terjadi seiring dengan maraknya penggunaan aplikasi video conference untuk rapat, seminar, workshop atau sekadar mengobrol.

Bagi jurnalis, wawancara video ini penting karena akan membuat koneksi dengan narasumber terasa lebih dekat dengan tetap menjaga jarak fisik (physical distancing). Selain itu, jurnalis juga bisa melihat ekspresi narasumber ketika menjawab pertanyaan.
Pada kondisi tertentu, ekspresi sangat penting bagi televisi. Misalnya ketika narasumber enggan menjawab dan hanya menampakkan emosi berupa mimik wajah saja. Dalam dunia jurnalistik, salah satu jargon yang dikenal dalam teknik wawancara adalah: “Tidak menjawab adalah sebuah jawaban”.

Jika sebelumnya, jurnalis hanya mewawancarai narasumber dari lokasi yang sama, atau terjangkau secara fisik. Dengan video conference, wawancara dapat menjangkau narasumber lebih luas, baik di luar kota, provinsi, bahkan negara.

Apa saja aplikasi yang bisa dipakai? Beberapa yang cukup populer di masa pandemi adalah Zoom Meeting, Google Meet dan Webex.
Selain itu, ada pula aplikasi Skype, Face Time, WhatsApp, Instagram, Facebook Messenger yang jauh-jauh hari sudah lebih dulu menyediakan fasilitas video call. Bahkan, WhatsApp dan Instagram saat ini mampu melakukan panggilan video bersama 50 orang sekaligus.

Sebagian besar aplikasi di atas sudah dilengkapi fasilitas perekaman video. Namun, beberapa yang lain, seperti WA Video Call tidak memungkinkan merekam. Untuk menyiasatinya, jurnalis bisa menginstal aplikasi perekaman tambahan, yakni DU Recorder, Mobizen, atau Video Call Recorder. Di beberapa ponsel tertentu, sudah ada yang dilengkapi dengan fitur ini.

Dibandingkan dengan kamera profesional atau smartphone, kualitas gambar via video call tentu saja lebih rendah. Tapi, dalam kondisi pandemi Covid-19, penurunan kualitas gambar biasanya dimaklumi sepanjang informasi dari narasumber memang punya nilai berita (news value). Mata awam pun tidak terlalu memikirkan kualitas video karena kontennya lebih penting.

Work On The Field

Ketika harus peliputan di lapangan, maka mobile journalist (MoJo) harus putar akal mengingat kemampuan smartphone ada batasnya.

Ada teknik yang bisa dimanfaatkan untuk mengakomodasi agar jurnalis tetap bisa melakukan physical distancing selama liputan, baik melalui perangkat keras (hardware) maupun lunak (software).

Perekaman Audio

Agar jurnalis dapat menjaga jarak fisik sekitar 1-2 meter dengan narasumber sesuai anjuran WHO, MoJo bisa menggunakan alat tambahan seperti hand grip yang dilengkapi phone-holder, yakni perangkat yang mirip bingkai untuk menegakkan telefon pintar.
Selain itu, perlu juga melengkapi dengan monopod stick atau biasa dikenal dengan tongkat swafoto. Jadi, selain untuk keperluan narsis, tongkat ini bisa digunakan untuk physical distancing.

Problem selanjutnya, adalah suara rekaman. Karena, wawancaranya berjarak, audio yang dihasilkan dari rekaman video biasanya sangat kecil dan tidak jelas. Solusinya dengan menggunakan perekam suara (audio recorder) yang bisa diunduh.
Aplikasi tambahan ini biasanya mempunyai sensitivitas audio lebih tinggi. Bahkan, bisa merekam dengan kualitas stereo dibandingkan dengan menggunakan audio recorder bawaan ponsel. Aplikasi yang banyak dipakai di antaranya adalah Easy Voice Recorder dan Smart Voice Recorder.

Perekaman Video

Perekaman video di lapangan dengan menggunakan smartphone menjadi tantangan tersendiri. Apalagi, kekuatan kamera ponsel belum bisa menandingi kualitas gambar kamera video profesional. Persoalannya adalah pada lensa.

Lensa kamera profesional mampu melakukan zoom tanpa mengurangi kualitas gambar. Berbeda dengan lensa kamera smartphone yang sangat terbatas.
Terlalu sering melalukan zoom akan memengaruhi kualitas video.


Supaya kualitas gambar tetap terjaga, maka MoJo bisa melakukan beberapa cara berikut ini.

Menambah lensa eksternal tambahan

Lensa ini banyak dijual di pasaran dengan berbagai jenis lensa seperti tele (untuk objek jauh), wide (untuk gambar yang lebih luas), dan fish eye. Untuk keperluan zoom, tambahkan kamera jenis tele.

Gunakan ukuran medium shot

Saat wawancara, ukuran gambar yang biasanya dipakai adalah medium close up atau dari kepala hingga dada. Tapi karena jarak efektifnya hanya mampu menjangkau 60 cm saja, ukuran ini harus dihindari karena tidak memenuhi syarat physical distancing.

Dalam kondisi pandemi, redaksi sebaiknya tak memaksakan syuting dengan ukuran ini. Sebagai gantinya, ukuran yang dianjurkan adalah medium shot, atau dari kepala sampai perut.
Ukuran ini bisa dilakukan dalam jarak lebih dari satu meter.

Gunakan resolusi tinggi dan cropping saat mengedit gambar

Bila redaksi tetap mensyaratkan wawancara dengan ukuran close up maka ada trik lain yang bisa dipakai. Yakni, pastikan saat syuting menggunakan resolusi yang tinggi atau Full High Definition (FHD) dengan ukuran1080p.

Proses perekaman gambar sendiri tetap dapat menggunakan ukuran medium shot untuk menjaga physical distancing. Namun saat editing, lakukan cropping pada video tersebut hingga memenuhi ukuran close up.

Risikonya, cara ini dipastikan akan mengurangi kualitas gambar. Tetapi bila digunakan untuk keperluan tampilan di layar smartphone, mata orang awam mungkin tak akan menyadari.

Untuk video semacam itu hanya cukup menggunakan resolusi High Definition (HD) atau 720p saja. Resolusi ini separuh dari resolusi FHD. Jadi pastikan resolusi video saat syuting adalah FHD 1080p.


Yang perlu diperhatikan, jangan lupa membersihkan smartphone dengan disinfektan setelah wawancara. Usapkan tipis-tipis saja untuk menghindari cairannya masuk ke dalam mesin ponsel yang bisa berujung kerusakan.(*)

Foto: Freepik


KLINIK MOJO diasuh oleh Tim Gawai Piawai

Hendrawan Setiawan adalah jurnalis senior TV CNN Indonesia yang telah berpengalaman di bidang penyiaran selama kurang lebih 15 tahun. Dia juga Direktur Konten LPK Gawai Piawai dan instruktur bersertifikat internasional dari KineMaster.