Trik Cepat Mengirim Video ‘Breaking News’ Bencana Via Ponsel, Tanpa Turun Kualitas

Saat liputan bencana, berita seringkali harus dikirim dengan cepat tanpa berkurang kualitasnya, lebih-lebih dalam kondisi media harus berkejaran dengan informasi hoax. Simak tips dan aplikasi smartphone yang memudahkan kerja jurnalis, khususnya TV.

Dalam konteks kebencanaan, dikenal istilah first responder. Secara umum, mereka adalah pihak-pihak yang akan merespon pertama kali ketika terjadi bencana. Di antara para first responder adalah tim pencari dan penyelamat (SAR), paramedis, polisi, atau pemadam kebakaran.

Namun, jurnalis sebenarnya juga termasuk dalam kategori first responder. Faktanya, ketika bencana terjadi, jurnalis adalah salah satu pihak yang akan memberikan respon secepat mungkin, termasuk dalam pandemi Covid-19 yang saat ini sudah ditetapkan Pemerintah Indonesia sebagai bencana non-alam berskala nasional.

Informasi sangat penting disampaikan ke publik. Tujuannya tak semata menyampaikan informasi saja namun juga memicu penggalangan solidaritas untuk meringankan beban para korban oleh publik.

Akan tetapi, kecepatan ini makin penting karena informasi terverifikasi yang disebut sebagai berita harus beradu cepat dengan informasi yang keliru (hoax). Pada berbagai bencana, tak terkecuali pada kasus pandemi Covid-19, misinformasi/disinformasi selalu diproduksi dengan cepat. Berbagai hoax soal virus Corona disebarluaskan sehingga jurnalis harus aktif meluruskan, lebih-lebih ketika isu tersebut menjadi perhatian publik.

Cepat Liputan dan Cepat Kirim

Kecepatan tersebut bukan hanya soal kecepatan peliputan saja tetapi juga pengiriman materi berita ke redaksi masing-masing media agar segera dipublikasi. Kecepatan media bisa berbeda-beda sesuai platform medianya.

Saat ini, media online umumnya menjadi media paling cepat dalam menyajikan berita. Kemudahan teknologi membuat semua itu terjadi. Secara teknis, jurnalis media online setidaknya memproduksi berita dalam format teks dan gambar saja. Pengiriman berita cukup dilakukan via surat elektronik (surel) atau e-mail.

Yang butuh waktu lama dalam menyampaikan informasi tentu saja jurnalis berbasis video, seperti jurnalis televisi. Teks atau naskah yang ditulis harus diwakili dalam bentuk visual. Proses peliputan jadi lebih lama karena kelengkapan jurnalistiknya lebih banyak. Tak hanya itu, jurnalis televisi butuh waktu untuk melakukan pengeditan gambar dan pengiriman lewat berbagai moda berbasis data internet.

Kendati jurnalis memiliki peran sebagai first responder, mereka seringkali bukanlah orang yang pertama di lokasi peristiwa. Tetapi, warga yang berada di sekitar lokasi, atau bahkan korbanlah, yang lebih dulu mendokumentasikan kejadian tersebut dalam bentuk visual.

Tak jarang, sebelum dipublikasi media, foto dan video pada detik-detik awal kejadian lebih dulu beredar di media sosial. Mengapa? Karena, publik tidak mempunyai akses ke media. Itulah sebabnya, media seringkali memanfaatkan media sosial sebagai salah satu sumber pemberitaan.

Kembali lagi, ke soal foto dan video kejadian, ketika materi visual memiliki nilai berita, maka media pasti akan menggunakannya. Konten menjadi esensial. Sementara, urusan teknis dan kualitas visual bisa direduksi, bahkan diabaikan. Salah satu contohnya adalah video legendaris tsunami di Aceh tahun 2004 yang diabadikan salah seorang penyintas, Cut Putri. Barangkali ini menjadi satu-satunya video paling dahsyat di dunia di mana penyintas berada dengan jarak terdekat di tengah-tengah tsunami.

Belajar dari apa yang dilakukan publik dalam menyebarkan informasi, cara yang sama juga bisa dilakukan jurnalis. Dalam kondisi yang butuh kecepatan, maka kualitas video bisa diabaikan dan lebih mementingkan konten berita. Sehingga beberapa protokol pakem pengiriman materi visual bisa dilanggar.

Moda Pengiriman Visual Online yang Populer
WhatsApp

WhatsApp adalah salah satu aplikasi percakapan paling populer di Indonesia. Selain bertukar pesan, aplikasi milik Facebook ini biasa digunakan untuk bertukar audio, foto, video, dan dokumen. Banyak video dari netizen juga beredar via aplikasi ini. Sering kali, video viral tersebut kemudian ditayangkan media di televisi dan media online.

Artinya, aplikasi ini pasti bisa digunakan untuk mengirim pesan visual. Karena banyak terpaku dengan cara pengiriman standar, seringkali cara sederhana ini terlewatkan menjadi salah satu moda pengiriman yang cepat dan efektif.

Namun, ada satu poin penting yang perlu diperhatikan dalam mengirim video melalui Whatsapp, yakni pengiriman dalam bentuk video di jejaring sosial ini akan membuat kualitas gambarnya menurun karena secara otomatis akan dikompres oleh Whatsapp. Tak hanya itu, ukuran yang bisa diterima Whatsapp lewat smartphone juga terbatas yaitu sekitar 16 megabytes (MB). Durasinya juga umumnya terbatas, sekitar 2 menit 30 detik.

Nah, bagaimana caranya agar kualitas gambar di Whatsapp dapat terjaga dan durasinya lebih lama?

Trik yang dapat dilakukan adalah mengirimnya sebagai dokumen. Ukuran file yang bisa diterima mencapai 100 MB. Caranya sederhana, pilih tombol dokumen, lalu masukkan video dalam folder smartphone yang dimaksud.

TIPS: Untuk mengirim video via Whatsapp yang durasinya panjang dan ukurannya besar, pilih tombol dokumen, jangan galeri. Ukuran file maksimal bisa mencapai 100 MB.

Google Drive

Kalau materi visual yang dikirim ditujukan untuk orang banyak, sebaiknya gunakan Google Drive. Platform ini sangat bermanfaat untuk media yang bekerja dalam tim redaksi cukup besar.
Pengirim gambar hanya perlu membagikan tautan. Kapasitas gratis dari platform ini dapat mencapai 15 gigabyte (GB). Atau, bila menggunakan fasilitas Google Drive berbayar, kapasitasnya dapat jauh lebih besar lagi.

Apabila ingin tetap menggunakan layanan gratisnya, pengguna harus rajin menghapus file yang tak lagi diperlukan, atau memindahkan ke drive lain, baik online atau hard disc.

Sebenarnya, ada platform serupa yang bisa digunakan, seperti Dropbox dan WeTransfer. Namun, Google Drive jauh lebih populer karena kapasitas penyimpanan gratisnya relatif besar.

TIPS: Kapasitas maksimal Google Drive sekitar 15 Gb. Bila menggunakan fasilitas gratis, harus rajin menghapus atau memindahkan file yang tidak lagi terpakai.

File Transfer Protocol

Kalau di atas tadi sempat menyinggung tentang protokol pakem pengiriman video, maka yang saya maksud adalah File Transfer Protocol (FTP).

FTP adalah teknologi pengiriman video yang sering digunakan jurnalis televisi sejak pertengahan tahun 2000-an. Untuk menggunakan FTP, setiap media harus memiliki ahli IT masing-masing.

Kualitas video yang dikirimkan via FTP biasanya relatif terjamin. File tidak akan mengalami pengompresan, seperti halnya bila kita mengirim video melalui WhatsApp. Jadi, durasi video juga bisa lebih panjang karena kapasitas FTP jauh lebih besar.

Akan tetapi, pengiriman dengan platform ini butuh waktu khusus. Artinya, setelah syuting, jurnalis harus memindahkan file lebih dulu ke laptop, mengeditnya, menyambungkannya ke jaringan internet, lalu mengirim file tersebut via FTP. Prosesnya lumayan panjang ya. Seiring berkembangnya teknologi, FTP saat ini dapat diakses langsung di smartphone.

Nah, bagi mobile journalist, seluruh proses protokol pakem di atas, kini dapat dilakukan hanya dari ponsel. Mulai dari syuting, pengeditan, hingga pengiriman video. Bahkan, dalam kondisi breaking news, proses editing bisa dilakukan pada waktu bersamaan. Pada saat video sedang dalam proses pengiriman, Anda pun tetap bisa melanjutkan pengambilan gambar (syuting) tanpa mengganggu proses pengiriman.

Beberapa aplikasi FTP yang populer dan dapat diunduh di ponsel antaranya AndFTP, FTP Client dan FTP Manager.

TIPS: FTP adalah platform terbaik untuk mengirimkan video karena tidak mengalami pengompresan, kualitas tidak terdisrupsi dan kapasitasnya jauh lebih besar.

Di era internet, kecepatan menyajikan berita menjadi salah satu faktor penting karena harus beradu cepat dengan informasi palsu (hoax), apalagi saat terjadi bencana. Itu sebabnya, jurnalis perlu mengetahui alat penunjang yang memadai untuk mengirimkan file secara cepat, tanpa mengurangi kualitas dan akurasi.(*)

Ilustrasi: 200 Degrees (Pixabay)


KLINIK MOJO diasuh oleh Tim Gawai Piawai

Hendrawan Setiawan adalah jurnalis senior TV CNN Indonesia yang telah berpengalaman di bidang penyiaran selama kurang lebih 15 tahun. Dia juga Direktur Konten LPK Gawai Piawai dan instruktur bersertifikat internasional dari KineMaster.